Sunday, October 30, 2016

Sebatang Pohon dan Seorang Anak

Ada pohon besar di dalam hutan dengan batang yang tebal, banyak dahan besar, dan berdaun rimbun. 

Seorang anak yang kesepian datang ke pohon itu untuk bermain.

Anak itu membayangkan ia mendengar pohon itu berkata ramah kepadanya, “Ayo panjatlah aku. Bangunlah rumah bermain kecil di atas sini. Kamu boleh menggunakan dahan kecilku jika kamu mau, juga daunku yang berlimpah.” 

Maka anak itu memanjat pohon itu, mematahkan beberapa ranting, mengambil dedaunan, dan membuat rumah rahasia yang tinggi di pohon itu. 

Meski itu menyakiti pohon, namun pohon itu bahagia berkorban sedikit untuk melihat anak itu mendapatkan begitu banyak kesenangan. 

Selama hari-hari yang panjang, anak itu akan bermain di dalam rumah pohon. 

Pohon itu puas.

Ketika anak itu tumbuh lebih dewasa, ia berhenti bermain di pohon itu. 

Pohon itu menjadi sedih, rantingnya merunduk dan deadunannya kehilangan kilaunya.

Selang beberapa tahun, anak yang kini remaja itu kembali.  

Pohon itu kegirangan melihatnya lagi. 

Pemuda itu merasa ia mendengar pohon itu berkata, “Ayo panjatlah aku lagi. Rumah pohon lamamu masih di sini. Aku merindukanmu.”

“Kini aku terlalu tua untuk bermain rumah pohon,’ pikir remaja itu.“Aku ingin kuliah tapi aku terlalu miskin.”

"Tidak masalah,’ pohon itu tampaknya berkata, “Kembalilah seminggu lagi. Aku akan mengeluarkan buah. Aku akan hasilkan ekstra. Silakan panen semua buahku dan juallah untuk membayar biaya kuliahmu.”

Maka anak itu kembali tujuh hari kemudian. Pohon itu dipenuhi buah ranum. 

Anak itu mengambil semuanya sampai buah yang terkahir, menjualnya, dan cukup untuk biaya kuliah satu tahun. 

Pohon itu sangat bahagia.

Anak itu kembali selama tiga tahun berikutnya, mengambil setiap buahnya dan menjualnya untuk memenuhi biayanya. 

Pohon itu gembira. 

Pohon itu bahkan kelihatannya berusaha lebih keras tiap tahunnya untuk menghasilkan lebih banyak buah untuk sahabatnya, meskipun ini membuat pohon itu kelelahan dan makin sakit.

Ketika anak itu lulus, ia berhenti datang. 

Pohon itu sedih lagi. 

Beberapa tahun kemudian, anak itu, kini menjadi pemuda, kembali. Ia memiliki kesan yang sangat jelas bahwa pohon tua itu menangis kegirangan melihatnya lagi. 

“Tunggu beberapa hari lagi. Walau aku kini agak lemah, aku masih bisa menghasilkan banyak buah agar kamu jual untuk biaya kuliahmu.”

“Aku tidak kuliah lagi,” kata pemuda itu, “aku sudah punya pekerjaan. Aku sudah jatuh cinta dan ingin menikah, namun kami membutuhkan rumah untuk ditinggali.”

"Tidak masalsah,” pohon itu agaknya berkata, “kembalilah besok dengan gergaji. Ambil dahan tebalku. Itu bisa untuk membuat papan lantai dan tiang yang kuat. Bahkan ada cukup kayu untuk membuat dindingnya. Gunakan dahan kecil dan daun besar untuk atapnya. Ada banyak.”

Demikianlah, hari berikutnya, pemuda itu mengambil seluruh dahan dan daun untuk membuat rumahnya, menyisakan hanya batangnya. 

Meski itu melukai pohon itu dengan parah, pohon itu bahagia membuat pengorbanan besar untuk seseorang yang dicintainya.

Selama bertahun-tahun, anak itu tidak pernah kembali. 

Pohon itu bergantung pada kenangan bahagianya untuk mempertahankan hidupnya.

Kala anak itu datang lagi, kini menjadi pria setengah baya, pohon itu nyaris melompat keluar dari tanah dengan sukacita. “Selamat datang! Sungguh bahagia melihatmu lagi!” Bahkan kali ini burung-burung pun bisa mendengar pohon itu. “Apa yang bisa kulakukan untukmu? Mohon izinkan aku membantu.”

"Aku kini punya anak,” jawab pria itu, “dan aku ingin memulai usaha perabotanku sendiri untuk mendapat cukup uang untuk memberi mereka kehidupan yang baik.”

“Bagus sekali,” kata pohon tua itu, “meski kamu mungkin berpikir aku cuma tunggul tua, ada banyak kayu indah dalam batangku untuk membuat banyak perabot mahal. Ambillah. Aku akan bahagia jika kamu ambil semua.”

Maka pria itu datang esoknya, menebang batang pohon itu dan mendapat cukup banyak kayu kelas satu untuk memulai usaha perabotannya.

Tak lama setelahnya, pohon itu mati.

Bertahun-tahun kemudian, anak itu, kini telah menjadi orangtua, mengunjungi tempat dimana pohon yang sehat itu pernah berdiri, tempat ia membangun rumah pohon semasa ia kecil, yang selalu begitu dermawan kepadanya. Yang tersisa hanyalah akar yang melapuk. 

Orang tua itu membaringkan kepalanya di atas akar-akar itu sejenak. 

Akar itu jauh lebih nyaman daripada bantal bulu. 

Ia ingat dengan berurai air mata bagaimana pohon itu telah menolongnya, tanpa bertanya, tiap kali ia membutuhkan pertolongan. 

Bagaimana pohon itu mengorbankan segalanya untuknya, dan bahagia melakukannya setiap saat. 

Ia pu tertidur.

Ketika ia bangun dari mimpi itu, ia menyadari bahwa pohon itu adalah orangtuanya.

Belajar Ikhlas Dari Seorang Anak

Sore itu, antrian di supermarket terbilang cukup panjang, tiga kasir berjejeran pada mejanya masing-masing dan tampak sibuk menghadapi barisan pembeli yang menenteng belanjaan.

Seorang anak perempuan berpita merah berusia sekitar sepuluh tahunan berdiri pada barisan paling pinggir, dekat dengan pintu keluar, sebatang pensil dan penggaris merah muda terlihat di genggaman tangan kanannya.

Dia terlihat sabar, menanti antriannya yang akan segera tiba, satu orang lagi di depannya sedang menghitung uang kembalian, dan mencoba untuk memeriksa struk belanjaannya sebelum meninggalkan tempat tersebut.

Kasir terlihat menghela napas panjang, menatap antrian yang semakin panjang ke belakang.

Kasir ini memang dikhususkan bagi pembeli yang hanya berbelanja sedikit atau beberapa barang saja, sehingga proses pembayaran di sana jauh lebih cepat dan lancar, jika dibandingkan dengan dua meja kasir lainnya.

Namun hal ini justru membuat antrian di sini selalu lebih panjang dari meja kasir lainnya, sebab semua orang selalu ingin dilayani dengan cepat, terutama mereka yang hanya berbelanja beberapa barang saja.

Belum sempat anak berpita merah ini maju ke depan dan mendekati meja kasir, tiba-tiba saja barisan di belakangnya riuh, dan dengan terburu-buru seorang ibu berusia lima puluhan berjalan di sisi antrian yang sempit dan berusaha untuk mendekati meja kasir.

Namun yang lain enggan menepi, atau bahkan memudahkan langkahnya menuju ke depan. Tak sedikit yang mengomel, bahkan mengumpat kelakuan ibu tersebut.

Ibu tersebut tetap maju ke depan, hingga akhirnya berdiri bersisian dengan anak berpita merah.

Wajahnya tampak lelah dan sedikit pucat, mungkin sedikit malu karena menjadi bahan ejekan banyak orang di sana.

Kasir hanya diam, tanpa melakukan apa-apa, sementara orang di depannya berlalu sambil tersenyum kecut, penuh ejekan.

“Maaf semua, saya sangat terburu-buru dan harus segera tiba di rumah kembali. Tolong, saya mau bayar ini, Mbak,” ucap ibu tersebut dengan terbata-bata.

“Yang benar aja, Mbak, masa orang nyerobot begitu diladeni duluan?” protes seorang pembeli yang lagi antri.

“Maaf, Ibu harus antri seperti yang lainnya,” ujar kasir sambil mempersilahkan anak berpita merah maju ke depan.

“Tapi saya hanya membeli sekotak susu formula ini saja, cucu saya yang masih bayi menangis kehausan di rumah, tolonglah,” pintanya pelan.

Namun kasir tetap diam dan tidak menanggapi sama sekali, sementara yang antri di belakang tetap sibuk dengan komentar masing-masing.

“Nenek boleh bayar sekarang, biar cepat pulang. Aku bisa antri lagi dari belakang, cuma sebentar,” ucap anak berpita merah sambil tersenyum dan mempersilahkan ibu tersebut ke meja kasir, seraya berlalu menuju antrian paling terakhir.

Kasir terpaku sesaat, sebelum akhirnya mempersilahkan ibu yang berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada anak tersebut.

Pembeli sepanjang antrian menjadi hening, dan tiba-tiba saja mereka sibuk dengan pikiran dan rasa malu masing-masing.

Kita bisa belajar dari seorang anak kecil yang dengan senang hati menukar antriannya untuk mempersilahkan seorang ibu tua yang sedang terburu ingin membelikan susu untuk cucunya.

Memang sebenarnya apa yang dilakukan ibu tersebut bukanlah sebuah contoh yang baik,

Akan tetapi kita bisa belajar banyak tentang sifat seorang anak kecil yang sangat tulus memberikan waktu dia untuk seorang ibu yang sedang terburu buru ingin membelikan susu untuk cucunya.

Berprasangka Baik

Seorang ibu bertanya kepada anaknya yang berusia 5 tahun, “Kalau mama dan kamu sedang pergi bermain bersama, lalu kita kehausan tapi tidak ada air, dan kebetulan di dalam tas kecil kamu ada 2 buah apel, apa yang kamu akan lakukan?”

Si anak berpikir sejenak, lalu menjawab mantap, “Saya akan menggigit kedua apel tersebut.”

Mendengar jawaban si anak, ibunya pun kecewa. 

Awalnya ia berpikir untuk segera mengajarkan anaknya mengenai apa yang seharusnya dilakukan, namun sang ibu terdiam dan mencoba bersabar.

Kemudian sang ibu berkata lembut sambil membelai sayang kepala anaknya, “Bisakah kamu beritahu mama alasan, kenapa kamu melakukan itu?”

Si anak pun menjawab dengan lugu, sambil matanya berbinar cerah. “Karena…. karena saya mau memberikan apel yang lebih manis kepada mama.”

Begitu mendengarnya, hati sang ibu pun tersentuh. Tanpa terasa, air mata haru pun jatuh membasahi pipinya.

Terkadang, dalam keluarga harmonis pun, bisa muncul kesalahpahaman. Untuk itu, yang kita perlukan adalah berbaik sangka, kesabaran dan kemauan untuk mendengar secara tuntas penjelasan dari orang-orang yang kita kasihi.

Saturday, October 29, 2016

Makna Sebuah Pensil

Seorang anak memandangi neneknya yang sedang menulis, lalu bertanya, “Apakah Nenek sedang menulis cerita tentang aku?”

Sang nenek berhenti menulis  dan berkata kepada cucunya, “Nenek memang sedang menulis tentang dirimu, sebenarnya, tetapi ada yang lebih penting daripada kata-kata yang sedang Nenek tulis, yakni pensil yang Nenek gunakan. Mudah-mudahan kau menjadi seperti pensil ini, kalau kau sudah dewasa nanti.”

Si anak merasa heran, diamatinya  pensil itu, kelihatannya biasa saja.

“Pensil itu sama saja dengan pensil lain yang pernah kulihat!”

“Itu tergantung bagaimana kau memandangnya. Ada  lima  hal yang penting, dan kalau kau berhasil memahaminya, kau akan merasa damai dalam menjalani hidupmu.”

Pertama: Kau sanggup melakukan hal-hal yang besar, tetapi jangan pernah lupa bahwa ada tangan yang membimbing setiap langkahmu. Kita menyebutnya tangan Tuhan. Dia selalu membimbing kita sesuai dengan kehendakNya.

Kedua: Sesekali Nenek mesti berhenti menulis dan meraut pensil ini. Pensil ini akan merasa sakit sedikit, tetapi sesudahnya dia menjadi jauh lebih tajam. Begitu pula denganmu, kau harus belajar menanggung beberapa penderitaan dan kesedihan, sebab penderitaan dan kesedihan akan menjadikanmu orang yang lebih baik.

Ketiga: Pensil ini tidak keberatan kalau kita menggunakan penghapus untuk menghapus kesalahan-kesalahan yang kita buat. Ini berarti, tidak apa-apa kalau kita memperbaiki sesuatu yang pernah kita lakukan. Kita jadi tetap berada di jalan yang benar untuk menuju keadilan.

Keempat: Yang paling penting pada sebatang pensil bukanlah bagian luarnya yang dari kayu, melainkan bahan grafit di dalamnya. Jadi, perhatikan selalu apa yang sedang ada di dalam dirimu.

Dan yang Kelima: Pensil ini selalu meninggalkan bekas. Begitu pula apa yang kau lakukan. Kau harus tahu bahwa segala sesuatu yang kau lakukan dalam hidupmu akan meninggalkan bekas, maka berusahalah untuk menyadari hal tersebut dalam setiap tindakanmu.

Intinya: Kita melakukan sesuatu dengan kehendakan kita, kadang kita menghadapi masalah agar lebih baik, kesalahan yg kita lakukan bisa diperbaiki, kita lakukan sesuatu dengan niat yg baik dan apa pun yg kita lakukan akan meninggalkan bekas.

Semuanya akan baik kalau kita tahu bahwa semua ada yg mengaturnya.

[Source : Like the Flowing River – Paulo Coelho)

Listrik Tenaga Kedondong

Naufal Rizki, pelajar kelas 2 MTSN Langsa Lama, Kota Langsa, Aceh mampu menemukan energi.

Uniknya Naufal menemukan energi listrik dari pohon kedongdong.

Anak pertama dari dua bersaudara pasangan Supriaman dan Deski ini sebelumnya hanya coba-coba.

Berawal dari pelajaran di sekolah, Naufal akhirnya berhasil menciptakan tenaga listrik dari batang pohon.

"Awalnya saat saya mempelajari ilmu pengetahuan alam, saya membaca bahwa buah yang mengandung asam katanya bisa menghantarkan listrik, akhirnya saya lakukan uji coba pada buah kentang. Setelah itu saya berpikir lagi, kalau buahnya mengandung asam berarti pohonnya juga mengandung asam, akhirnya saya mulai melakukan eksperimen," ujarnya di acara Pertamina Science Fun Fair 2016, Jakarta, Sabtu (29/10/2016).

Dia menjelaskan, pertama kali eksperimen itu dilakukan pada pohon mangga dan ternyata tidak layak.

Akhirnya saya menemukan kedondong pagar yang kadar asam atau getahnya mampu menghantarkan listrik.

Meski demikian, Naufal mengaku bahwa bekal yang dimiliki tidak hanya dari sekolah. Namun juga adanya  dukungan sang Ayah yang sangat membantu dalam percobaannya tersebut.

"Kebetulan ayah Naufal bekerja di elektronik. Jadi sedikit banyak saya tahu alat-alat elektronik," paparnya.

Hasil temuan energi dari pohon kayu ini memang sederhana, dengan rangkaian yang terdiri dari pipa tembaga, batangan besi, kapasitor dan dioda, arus listrik yang dihasilkan sangat tergantung kepada kadar keasaman pohon.

Sebelumnya, Naufal sudah melakukan lebih dari 60 kali percobaan dan menelan biaya sekitar Rp14 juta.

Dengan temuannya ini, satu rumah dapat dialiri listrik melalui sepuluh pohon kedondong pagar.

Ditanya cita-cita dan keinginannya ke depan.

Dengan sigap Naufal langsung menjawab ingin menjadi ilmuwan. "Saya ingin jadi ilmuwan dan kedepannya ingin mengembangkan eksperimen untuk menghidupkan alat elektronik," tukasnya.

Naufal sendiri diundang dalam acara Pertamina Science Fun Fair 2016 untuk berbagi inspirasi kepada para peserta lomba untuk dapat menghasilkan sebuah karya yang inovatif dan inspiratif.

Melalui ajang ini juga diharapkan, akan lahir Naufal lainnya yang mampu mengharumkan nama bangsa.

Sumber: Sindonews

Keajaiban Dunia Menurut Seorang Anak

Seorang Guru memberikan tugas kepada anak didiknya untuk membuat sebuah daftar tentang tujuh keajaiban duniua murid  mula mengerjakan tugas dari Guru tersebut, ada yang berfikir, ada yang berdiskusi dengan teman sebangkunya, dan ada  yang garuk-garuk kening sedang berfikir mencari jawaban.

Ketika waktu yang ditentukan telah habis maka murid murid menyerahkan hasil tugasnya kepada sang guru, sang guru pun mulai membaca dan memeriksa tugas dari murid muridnya.

Walaupun terdapat beberapa ketidak samaan, namun rata rata murid menuliskan tujuh keajaiban dalam daftar mereka sebagai berikut:

Taj mahal di India
Tembok besar di China
Piramida di Mesir
Grand canyon
Terusan panama
Empire state building
St. peter’s basilica
Borobudur di Indonesia

Setelah memeriksa tugas dari murid muridnya, Pak Guru memperhatikan salah seorang murid perempuan yang belum menyerahkan tugasnya.

Padahal  waktu telah habis dan semua temannya telah mengumpulkan tugas mereka kepada Pak Guru. 

Kemudian Pak Guru mendekati murid perempuan tersebut dan bertanya:

"Apakah kamu mengalami kesulitan dalam tugas ini?"

Murid perempuan tersebut menjawab: “Ya, ada sedikit, aku tidak dapat memutuskan keajaiban mana yang harus aku tulis di daftar ini, karena begitu banyak keajaiban."

Kemudian Pak Guru  berkata:

Jika demikian, bacakan kepadaku semua yang telah kau catat yang kau anggap sebagai sebuah keajaiban, mungkin dengan demikian dapat membantumu."

Murid perempuan tersebut terdiam sejenak dia ragu untuk membacakannya, namun kemudian ia membacakan daftar yang telah ia pegang, “menurutku tujuh keajaiban di dunia adalah:

1. Melihat
2. Mendengar
3. Merasakan sesuatu
4. Berkata

ia terdiam sejenak, lalu dia menambahkan:

5. Tersenyum
6. Berfikir
7. Berjalan dan berlari

Setelah murid perempuan tersebut membacakan daftarnya, Pak Guru pun terhenyak dan murid-murid yg lain diam.

Walaupun mungkin jawaban Si Anak tadi bisa saja salah, Anak tersebut telah mengajarkan kepada kita tentang suatu keajaiban yg sebenarnya.

UKURAN SUKSES

Ukuran sukses seseorang adalah:

*@ Pada umur 4 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita tdk ngompol di celana;_

*@ Pada umur 7 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita tahu jalan pulang ke rumah;_

*@ Pada umur 12 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita punya banyak teman;_

*@ Pada umur 17 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita bisa mendapatkan KTP dan SIM;_

*@ Pada umur 23 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita lulus Perguruan Tinggi;_

*@ Pada umur 25 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita sudah dapat pekerjaan;_

*@ Pada umur 30 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita berhasil membangun Keluarga;_

*@ Pada umur 35 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita sudah bisa hidup mapan;_

*@ Pada umur 45 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita mampu menjaga kelihatan awet muda;_

*@ Pada umur 50 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau didikan kita thd anak membuahkan hasil;_

*@ Pada umur 60 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita masih mampu mengendarai atau mengemudikan kendaraan;_

*@ Pada umur 65 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita hidup tanpa mengidap penyakit;_

*@ Pada umur 70 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita merasa tidak menjadi beban;_

*@ Pada umur 75 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita masih punya banyak teman;_

*@ Pada umur 80 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita masih tahu jalan pulang ke rumah.;_

*@ Pada umur 85 tahun . . .*
_Sukses adalah kalau kita tidak ngompol di celana._

*LHOO ... KOK BALIK LAGI YAA. . . ???*

_(it's so natural, so..... enjoy our life cycle!!)_

Allah SWT berfirman:

Dan barang siapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?"
(Ya Sin: 68)

**Sekarang: sukses kalau Anda bersedia membagikan tulisan ini ke banyak orang sebagai pengingat akan kehidupan**